Jumat, 03 Februari 2017

Promo Air Asia Hadir Kembali
Booking : Sekarang - 5 Februari 2017
Terbang : 1 Februari - 31 Maret 2017

Jakarta - Bangkok 1jt PP
Medan - Penang 700ribu PP
Bandung - Singapura 850ribu PP
Medan - Bangkok 900ribu PP
Jakarta - Johor Bahru 800ribu PP
Lombok - Kuala Lumpur 900ribu PP
Pekanbaru - Kuala Lumpur 700ribu PP
Medan - Kuala Lumpur 700ribu PP
Jakarta - Singapura 900ribu PP
Jogja - Kuala Lumpur 850ribu PP
Jakarta - Kuala Lumpur 750ribu PP
Bali - Darwin 1,9Juta PP
Surabaya - Johor Bahru 850ribu PP
Bali - Singapura 1050ribu PP
Jogja - Singapura 950ribu PP
Bali - Kuala Lumpur 950ribu PP
Bali - Perth 1,9juta PP
Surabaya - Penang 1050ribu PP
Bali - Bangkok 1,2juta PP

Syarat dan Ketentuan :
* Pembelian Tiket Minimal 2 Pax, Pembelian 1 Pax kena charge 150ribu
* Tiket yang sudah dibeli tidak dapat di cancel atau di refund
* SIAPA CEPAT DIA DAPAT!

Sabtu, 28 Januari 2017

laporan praktikum kimia analitik titrasi argentometri

BAB I

PRINSIP DAN TUJUAN

1.1     PRINSIP PERCOBAAN

Berdasarkan reaksi pengendapan dengan AgNO3 sebagai larutan standar

1.2     TUJUAN PERCOBAAN

Untuk menentukan kadar clorida (Cl)

BAB II

TEORI PENUNJANG


2.1     TITRASI PENGENDAPAN

Titrasi pengendapan atau Argentometri adalah penetapan kadar zat yang didasarkan atas reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan titer perak nitrat.
Pada argentometri, ion perak memegang peranan penting dalam pembentukan endapan, cara ini dipakai untuk penetapan kadar ion halida, anion yang dapat membentuk endapan garam perak, atau untuk penetapan kadar perak tersebut.
Reaksi yang menghasilkan endapan dapat digunakan untuk analisis secara titrasi jika reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator yang digunakan untuk melihat titik akhir.
Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai, maka titrasi Argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indikator di atas, maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekivalen.
Indikator K2CrO4 digunakan pada titrasi antara ion halida dan ion perak, dimana kelebiha ion Ag+ akan beraksi dengan CrO42- membentuk perak kromat yang berwarna merah bata (cara Mohr) pada titik ekivalen :
Ekivalen Ag+ = ekivalen Cl-
Indikator ion Fe3+ dapat digunakan pada titrasi antara ion perak dan ion SCN-, dimana kelebihan ion SCN- akan bereaksi dengan ion Fe3+ yang memberikan warna merah. Atau dapat juga digunakan pada titrasi antara ion halida dengan ion perak berlebihan, dan kelebihan ion perak dititrasi dengan ion tiosianat (cara Volhard).

2.1     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELARUTAN DALAM TITRASI PENGENDAPAN

Factor-faktor yang mempengaruhi tirasi pengendapan adalah :
  1. Temperatur, kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur.
  2. Sifat pelarut. Garam anorganik lebih larut dalam air, berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat.
  3. Efek ion sejenis. Kelarutan endapan dalam air berkurang, jika larutan tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan.
  4. Efek ion-ion lain. Endapan berrtambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan.
  5. Pengaruh pH. Larutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan.
  6. Pengaruh hidrolisis. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H+), kation dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya.
  7. Pengaruh kompleks. Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut.

2.3     MACAM-MACAM METODE DALAM TITRASI PENGENDAPAN (ARGENTOMETRI)

1.      Metode Mohr
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 – 10. Dalam larutan yang lebih basa perak oksida akan mengendap. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi, karena HCrO4 hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat :
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4 Cr2O72- + H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut.
Metode Mohr dapat juga diterapkan untuk titrasi ion bromida dengan perak, dan juga ion sianida dalam larutan yang sedikit agak basa. Efek adsorpsi menyebabkan titrasi ion iodida dan tiosianat tidak layak. Perak tak dapat dititrasi langsung dengan ion klorida, dengan menggunakan indikator kromat. Endapan perak kromat yang telah ada sejak awal, pada titik kesetaraan melarut kembali dengan lambat. Tetapi, orang dapat menambahkan larutan klorida standar secara berlebih, dan kemudian menitrasi balik, dengan menggunakan indikator kromat.
Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida. Prinsip penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.
Reaksinya:
NaCl + AgNO --> AgCl (endapan) + NaNO
2AgNO + KCrO (endapan) + 2KNO     
Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO). Titrasi harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena:
a.       Dalam suasana asam endapan AgCrO akan larut karena terbentuk perak dikromat (AgCrO)
b.      Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk endapan perak hidroksida
AgNO + NaOH --> AgOH (endapan) + NaNO
*      Gangguan pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:
  1. Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ
  2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag, misalnya: CNˉ, NH diatas Ph 7
  3. Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²
  4. Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²
Hal yang harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan perak nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).

2.      Metode Volhard
Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia dari Jerman pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3 berlebih ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung ion halogen (misalnya Cl-). Kelebihan ion Ag+ dalam suasana asam dititrasi dengan standar garam tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator larutan Fe3+. Sampai titik ekivalen, terjadi reaksi antara titran dan Ag+ membentuk endapan putih. Kelebihan titran menyebabkan reaksi dengan indikator membentuk senyawa kompleks tiosianato ferrat (III) yang berwarna merah.
Kegunaannya untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar halida (Cl, Br, I). Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan standarnya larutan tiosianat (KCSN atau NHCNS). Indikator menggunakan besi (III) amonium sulfat. Titik akhir titrasinya terbentuk kompleks besi (III) tiosianat Fe(CNS)² yang larut, berwarna merah.
Reaksinya:
Ag + NHCNS--> AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺
Jika Ag sudah habis, maka kelebihan 1 tetes NHCNS + Fe³ --> Fe(CNS)² + NH₄⁺
Titrasi Ag dengan NH4CNS dengan garam Fe (III) sebagai indikator adalah contoh metode Volhard, yaitu pembentukan zat berwarna di dalam larutan. Selama titrasi, Ag(CNS) terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH4CNS yang berlebih bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap (FeCNS)++. Jumlah thiosianat yang menghasilkan warna harus sangat kecil. Jadi kesalahan pada titik akhir harus sangat kecil, dengan cara mengocok larutan dengan kuat pada titik akhir tercapai, agar Ag yang teradsorpsi pada endapan dapat didesorpsi. Pada metode Volhard untuk menentukan ion klorida, suasana haruslah asam karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 yang ditambahkan berlebih ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag tersebut kemudian di titrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator, tetapi cara ini menghasilkan suatu kesalahan karena AgCNS kurang larut dibandingkan AgCl. Sehingga : AgCl + CNS- AgCNS + Cl-
Akibatnya lebih banyak NH4CNS diperlukan sehingga kandungan Cl- seakan-akan lebih rendah. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dari reaksi dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini dapat dihindari jika Fe(NO3)3 dan sedikit NH4CNS yang diketahui ditambahkan dulu ke larutan bersama-sama HNO3, kemudian campuran tersebut dititrasi dengan AgNO3 sampai warna merah hilang
3.      Metode Fajans
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder.

BAB III

PROSEDUR PERCOBAAN


3.1     CARA KERJA

1.      Ambil larutan Natrium Klorida (NaCl) 0,1 N sebanyak 10 ml mengunakan pipet volum kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer.
2.      Tambahkan 1 ml indikator K2CrO4 5% ke dalam erlenmeyer yang sudah terisi larutan natrium klorida 0,1 N.
3.      Siapkan larutan AgNO3 untuk titrasi (tuang larutan AgNO3 ke dalam buret melaui corong, dan pastikan larutan tepat pada angka nol).
4.      Titrasi larutan yang ada di erlenmeyer dengan larutan AgNO3.
5.      Hentikan titrasi pada saat terbentuk endapan merah bata.
6.      Catat hasil yang diperoleh dengan mengamati garis pada buret.
7.      Ulangi percobaan (titrasi) minimal 3 kali, untuk mendapatkan hasil yang mendekati akurat.

3.2     ALAT YANG DIGUNAKAN



·         Buret
·         Erlenmeyer
·         Pipet Volume
·         Pipet Tetes
·         Corong
·         Gelas Kimia
·         Statif





·         Indikator K2CrO4 5%
·         Larutan AgNO3
·         Larutan baku primer NaCl 0,0100 N
·         Aquades




BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


4.1     HASIL PERCOBAAN

  • Tabel Hasil Titrasi
NO
V NaCl
V awal
V akhir
V AgNO3
1
10 ml
0
11 ml
11 ml
2
10 ml
11.1 ml
22.6 ml
11.5 ml
3
10 ml
22.7 ml
33 ml
10.5 ml
Jumlah
33 ml
Rata-rata
11 ml

4.2     PEMBAHASAN

Titrasi menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam yang sukar larut. Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang tergolong dalam presipitimetri jenis argentometri. Reaksi yang terjadi adalah :
AgNO3 (aq) + NaCl(aq)  AgCl (s) + NaNO3 (aq)
AgNO3 (aq) + Cl-(aq)  AgCl (s) putih + NO-3 (aq)
Larutan AgNO3 dan NaCl pada awalnya tidak berwarna (bening), ketika NaCl ditambahkan dengan garam natrium bikarbonat yang berwarna putih, larutan tetap jernih dan garam tersebut larut dalam larutan, penambahan larutan ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu asam maupun basa sehingga dapat dikatakan bahwa garam tersebut berperan sebagai buffer.
Metode Mohr biasanya digunakan untuk mentitrasi ion halida seperti NaCl dengan AgNO3 sebagai pentitran dan K2CrO4 sebagai indikator. Ketika NaCl dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan indikator K2CrO 45% yang kemudian dititrasi sedikit demi sedikit dengan AgNO3 akan terbentuk endapan putih yang merupakan AgCl. Dan ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3 sementara jumlah AgNO3 masih ada maka AgNO3 akan bereaksi dengan indikator K2CrO4 yang berwarna krem. Dalam titrasi ini, perlu dilakukan secara cepat dan pengocokannya pun juga kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabakan titik akhir titrasi menjadi sulit dicapai.
Kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan dengan megukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+dapat tepat diendapkan.
Pada titik akhir titrasi akan menunjukan perubahan warna suspensi dari kuning manjadi kuning-coklat. Perunbahan ini terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hampir mencapai titik ekivalen, hampir semua ion Cl- berikatan manjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini adalah AgNO3 yang memiliki normalitas 0.1 N, adanya indikator K2CrO4 menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran sehingg terbentuk endapan yang berwarna merah bata, yang menunjukkan titik akhir adalah perubahan warnanya dari warna endapan analit dengan Ag+. Pada analisa Cl- terjadi reaksi
Ag+(aq) + Cl-(aq)      AgCl(s) sedangkan pada titik akhir titran juga bereaksi menurut reaksi 2Ag+(aq) + CrO4(aq)         Ag2 CrO4 (s)
Pengaturan pH sangat diperlukan agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi jadi pengendalian pH sangat diperlukan untuk memberikan konsentrasi yang tepat dari anion indikator tanpa mengendapkan zat yang tidak diinginkan. Apabila pH terlalu tinggi maka akan tenrbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-(aq)          2AgOH (s) + Ag2O(s) + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah manjadi Cr2O7-
2H+ + 2CrO4-2         Cr2O7-2 + H2O
Reaksi inilah yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak menimbulkan endapan atau sanagt terlambat.
Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk secara baik bila tidak secara lokal akan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian, akibatnya titik akhir manjadi tidak tajam.
Dari percobaan kami diperoleh volume rata-rata AgNO3 ­sebanyak 11 ml, sehingga diperoleh Normalitas AgNO3 0.11 N melalui rumus N1.V1 = N2.V2.
Kelemahan titrasi Mohr adalah jika terjadi kelebihan titran akan menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivaklen tercapai, sehingga titik akhir titrasi tidak akurat. Selain itu indikator kalium kromat juga harus dengan konsentrasi tertentu, jika kelebihan warna kalium kromat akan menjadi kuning sehingga perubahan warna pada saat titik ekivalen sulit dilihat karena kalium kromat bereaksi dengan AgNO3 membentuk Ag2Cr2O4 yang berwarna krem.


BAB V

PENUTUP

5.1     KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa normalitas atau konsentrasi AgNO3 (argentum nitrat) dapat diketahui melalui analisis menggunakan metode titrimetri, titrasi argentometri dengan standar primer natrium klorida (NaCl) 0,1 N yang melibatkan K2CrO4 sebagai indikator yang menunjukkan perubahan warna menjadi endapan merah bata pada titik equivalent.
Konsentrasi dari AgNO3 dapat diketahui berdasarkan volume AgNO3 rata-rata yang diperoleh dari titrasi yaitu 11 ml sehingga dengan rumus N1.V1 = N2. V2 didapatkan konsentrasi AgNO3 0,11 N


5.2     LAMPIRAN

A.   Foto-Foto Hasil Praktikum

    

B.   Perhitungan-Perhitungan

v  Perhitungan NaCl 0.1 N (mr NaCl 58.5)
0.1  N =   x
gr =
    = 0.585 gram
v  Perhitungan AgNO3 0.1 N (mr AgNO3 169.887-170)
0.2   N =   x
gr =
   = 1.7 gram
v  Perhitungan kadar Na dalam NaCl
V1 . N1  = V2 . N2
10 . N1   = 11 . 0.1
  N1 =   = 0.11 N

DAFTAR PUSTAKA


Inti rahmania. (2008). modul praktikum kimia analitik. bandung: universitas al-ghifari.
Alexander, V., Quantitative Analysis, Moscow : MIR Publisher, 1969
Harjadi, W., Ilmu Kimia Analitik Dasar, Jakarta : PT Gramedia, 1986
Hidayati, Ana, Petunjuk Praktikum Dasar Kimia Analitik, Semarang : Tadris Kimia Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009
Ibnu, M. Sodiq dkk.Kimia Analitik I, Malang : F MIPA Universitas Negeri Malang, 2004
Khopar, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta : Universtas Indonesia Press, 1990
Anonim. 2010. Titrasi argentometri (http://www.titrasi-pengendapan-penentuan-klorida.blogmini.html) diakses pada tanggal 2 januari 2013.
Day, R.A.Jr dan A.L Underwood. 1999. Analisis Kimia kuantitatif, edisi revisi. Erlangga: Jakarta.
Khopkar.S.M. 2010. Konsep dasar Kimia Analitik.UIP: Jakarta.             
Rahayu nenden. 2011. Argentometri (titrasi pengendapan)(http://www.cem-is-try.com) diakses pada tanggal 2 januari 2013.